Cara Mengetahui Jaringan Layer-1 yang Undervalued atau Overvalued

Terus gimana dong caranya supaya kita bisa tau mana layer-1 yang udah kemahalan dan mana yang masih murah banget dibanding potensinya?

Di dunia crypto, khususnya kalau kamu lagi ngulik soal blockchain dan teknologi di baliknya, pasti pernah denger istilah “layer-1”. Yap, ini tuh ibarat pondasi utama dari ekosistem blockchain. Nah, layer-1 ini bisa kita ibaratkan sebagai jalan tol yang jadi rute utama buat semua kendaraan (baca: aplikasi dan transaksi) lewat. 

Tapi… nggak semua layer-1 itu punya valuasi yang seimbang sama kegunaannya. Ada yang terlalu tinggi harganya (overvalued), ada juga yang sebetulnya punya potensi gede tapi malah belum keangkat (undervalued).

Cara Mengetahui Jaringan Layer-1 yang Undervalued atau Overvalued

Terus gimana dong caranya supaya kita bisa tau mana layer-1 yang udah kemahalan dan mana yang masih murah banget dibanding potensinya? Sini deh duduk sebentar, kita bahas pelan-pelan tapi padat dan ngena.


# Bandingin Rasio Market Cap vs Total Value Locked (TVL)

Oke, kita mulai dari metrik paling sering dipakai: rasio Market Cap dan TVL. Sederhananya, ini cara buat ngukur seberapa besar nilai pasar dibandingin dengan nilai aset yang beneran “terkunci” di dalam jaringan itu.

Biasanya nih, kalau sebuah layer-1 punya rasio di bawah 1 (misalnya 0.5 atau 0.3), artinya nilai pasarnya masih di bawah nilai total aset yang sedang aktif dipakai di sana. Itu bisa jadi sinyal kalau chain itu masih undervalued.

Sebaliknya, kalau rasio ini malah tinggi banget (misalnya di atas 5 atau bahkan 10), padahal TVL-nya rendah banget, ya bisa jadi chain itu overvalued. Artinya harganya udah ketinggian padahal penggunanya sedikit.

Contohnya? Lihat aja perbandingan antara Ethereum dan beberapa L1 baru kayak Fantom atau Sui. Kadang TVL-nya gede, tapi market cap-nya belum mencerminkan aktivitas yang ramai di dalam ekosistem mereka.


# Perhatiin Pertumbuhan Pengguna Harian

Salah satu indikator paling penting tapi sering diremehin adalah jumlah pengguna aktif harian alias daily active users. Karena, percuma dong teknologinya keren banget tapi nggak ada yang make?

Kalau chain itu tiap hari makin banyak pengguna yang aktif, itu artinya jaringan ini makin rame dan real use case-nya kuat. Apalagi kalau jumlah pengguna ini naik konsisten, bisa jadi sinyal positif banget.

Tapi yang paling penting adalah bandingin antara jumlah pengguna dan harga tokennya. Kalau penggunanya tinggi tapi harga tokennya nggak ikut naik, itu berarti pasar belum “ngeh” sama potensi jaringan itu. Nah, di sinilah kamu bisa dapet kesempatan emas buat beli di harga murah. Alias, kamu bisa nemuin layer-1 yang masih undervalued.


# Gunain Metcalfe’s Law Buat Ngecek Nilai Jaringan

Nah, ini agak teknis dikit tapi gampang kok dimengerti. Metcalfe’s Law bilang bahwa nilai sebuah jaringan itu sebanding dengan kuadrat dari jumlah penggunanya. Artinya, makin banyak pengguna, nilai jaringan bakal naik jauh lebih cepat (bukan cuma linear tapi eksponensial).

Contohnya gini, kalau kemarin jumlah user 100 dan sekarang jadi 1.000, nilai jaringan bukan cuma naik 10 kali, tapi bisa naik 100 kali. Karena pertumbuhannya kuadrat.

Jadi kalau kamu liat ada chain yang jumlah user-nya melonjak tajam tapi harganya nggak naik-naik juga, bisa jadi itu chain undervalued banget. Tinggal tunggu waktu sampai market sadar dan harga ikut naik.


# Lihat Seberapa Ramainya Ekosistemnya

Layer-1 bukan cuma soal performa teknis. Tapi juga soal siapa aja yang bangun sesuatu di dalamnya. Semakin banyak developer yang aktif bikin dApps, protokol DeFi, NFT marketplace, dan lain-lain di dalam chain itu, makin kuat pula ekosistemnya.

Nah, kalau kamu nemu layer-1 yang punya banyak proyek aktif tapi tokennya belum dihargai tinggi oleh pasar, itu bisa jadi pertanda kalau chain itu undervalued. Karena developer biasanya nggak akan buang-buang waktu bangun di tempat yang sepi atau nggak punya masa depan.

Cara gampang ngeceknya? Coba buka situs kayak DeFiLlama atau Token Terminal. Lihat jumlah protokol, TVL per sektor (DeFi, NFT, GameFi), dan update mingguan. Semakin banyak protokol baru bermunculan, semakin sehat ekosistemnya.


# Periksa Aktivitas On-Chain & Biaya Transaksi

Layer-1 yang sehat itu biasanya punya aktivitas on-chain yang padat dan konsisten. Misalnya, jumlah transaksi harian, jumlah wallet aktif, dan volume transaksi real yang bukan sekadar bot atau wash trading.

Kalau chain itu murah banget biayanya tapi volumenya rendah dan wallet-nya sepi, ya mungkin belum siap buat lonjak harga. Tapi kalau chain itu padat, biaya transaksi tetap rendah, dan aktivitas terus naik—itu sinyal kuat bahwa ada value asli yang dibangun di sana.

Ingat juga, biaya transaksi kadang jadi indikator kepercayaan juga. Kalau terlalu mahal, user kabur. Kalau terlalu murah dan nggak ada aktivitas, ya nggak ngaruh juga. Yang penting adalah balance antara efisiensi biaya dan aktivitas tinggi.


#Penutup

Nah, sekarang kamu udah ngerti kan gimana cara bedain layer-1 yang undervalued atau overvalued. Tapi pertanyaan besarnya: kapan waktu yang tepat buat masuk?

Jawabannya: saat metrik-metrik tadi nunjukin pertumbuhan yang konsisten, tapi harga belum ikut naik drastis. Itu waktu emas buat kamu dapetin potensi cuan maksimal.

Ingat ya, market crypto itu bisa sangat fluktuatif, tapi data nggak pernah bohong. Pakai data objektif buat ambil keputusan, bukan FOMO. Jangan buru-buru beli cuma karena harga turun, tapi pelajari metrik dan bandingkan dengan project lain.

Karena pada akhirnya, kalau kamu bisa deteksi lebih awal jaringan layer-1 yang undervalued, kamu bisa dapet keuntungan sebelum “ramai” dan harga mulai meledak. Let’s go cari hidden gem bareng!


FAQ (Pertanyaan yang Sering Ditanyain)

1. Apa bedanya layer-1 sama layer-2 di blockchain?

Layer-1 itu adalah jaringan utama kayak Ethereum, Solana, atau Avalanche. Sementara layer-2 itu kayak solusi tambahan di atasnya, contohnya Arbitrum atau Optimism, buat ngurangin beban dan bikin transaksi lebih cepat dan murah.

2. Apakah TVL selalu jadi indikator utama nilai sebuah blockchain?

TVL memang penting, tapi bukan satu-satunya indikator. Harus dikombinasiin sama user growth, ekosistem, dan metrik lain supaya lebih akurat dalam menilai.

3. Apakah semua jaringan layer-1 bisa sukses?

Nggak juga. Banyak banget layer-1 yang muncul tapi nggak punya diferensiasi, akhirnya tenggelam. Jadi penting buat lihat teknologi, tim, komunitas, dan daya tariknya buat developer.

4. Gimana cara ngecek data-data on-chain yang akurat?

Kamu bisa pakai situs kayak DeFiLlama, DappRadar, Token Terminal, Messari, atau Nansen. Mereka nyediain data gratis maupun premium yang bisa bantu kamu analisis lebih dalam.

5. Layer-1 undervalued bisa langsung naik harga cepat?

Nggak selalu. Kadang butuh waktu sebelum market sadar. Tapi justru di situlah kamu bisa punya posisi duluan sebelum “booming”. Sabar, konsisten, dan pantau terus datanya.

LihatTutupKomentar